Harga Telur Menjelang Lebaran Malah Bikin Peternak Berharap Cemas
Dua pertiga bulan puasa sudah terlewati, tapi harga telur menjelang lebaran ini belum juga menunjukkan tanda-tanda menggembirakan. Prediksi harga telur yang turun pada 7 hari puasa menjadi kenyataan. Namun idealnya permintaan pada minggu ketiga lebaran yang seharusnya meningkat signifikan, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang menggembirakan.
Uang Tunjangan Hari Raya (THR) pada minggu ketiga puasa bisa dikatakan 90% sudah diterima para karyawan. Namun sepertinya hal ini belum mampu mendorong naiknya permintaan. Dan harga telur menjelang lebaran ini masih berkutat dibawah harga pokok (HPP). Sementara HPP sudah bertengger pada angka 19.500-20.000 rupiah loko farm, akibat kenaikan harga pakan.
Produksi Telur (supply)
Gerak perubahan produksi telur (supply) dan kebutuhan (demand) akan telur ayam ras merupakan faktor penting yang harus diketahui dan bisa diselaraskan.
Perubahan kurva produksi telur ayam ras, sebenarnya selalu terjadi (walau mungkin fluktuasinya tidak tajam). Bentuk kurva produksi telur komersial di pengaruhi oleh impor GPS (berpengaruh sekitar 2 tahun kemudian), impor PS (berpengaruh sekitar 1,5 tahun kemudian), peremajaan (replacement), afkir dan jika terjadi wabah penyakit (mematikan atau mengganggu produksi).
Kebutuhan atau permintaan telur (demand)
Kebutuhan dibedakan atas dua bentuk, yaitu permintaan telur yang bersifat organik dan non-organik. Yang mana keduanya mempunyai karakter yang berbeda dalam menggerakkan grafik permintaan.
Pembedaan kedua permintaan ini didasarkan pada pola yang berkaitan peruntukan pada waktu-waktu tertentu.
Menurut data dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan diperkirakan kebutuhan telur masyarakat naik dari 18,35 kg/perkapita/tahun atau setara dengan 4,95 jt ton pada tahun 2020, menjadi 18,61 kg/kapita/tahun setara dengan 5,07 juta ton untuk tahun 2021.
Kebutuhan Organik Telur
Kebutuhan oraganik telur merupakan permintaan telur sehari-hari yaitu dari kebutuhan rumah tangga. Permintaan kebutuhan organik ini cenderung stabil.
Kurva kebutuhan organik meningkat/menurun perlahan/landai seiring dengan perkembangan ekonomi (daya beli) dan kesadaran akan kebutuhan gizi.
Sampai saat ini, diyakini bahwa kebutuhan telur (organik) masih mampu terpenuhi oleh daya beli masyarakat.
Kebutuhan Non-organik Telur
Kebutuhan ini menyangkut pada kebutuhan diluar rumah tangga sehari-hari, seperti rumah makan (warung, cafe dan sebagainya), pabrik (roti, kue, dan produk olahan lainnya) dan acara perayaan pesta (kenduri dan sebagainya).
Selain oleh kondisi ekonomi, kebutuhan non-organik juga sangat dipengaruhi pada hari-hari besar tertentu dan hari-hari besar keagamaan. Dari sisi inilah terlihat bagaimana besarnya kenaikan dan penurunan permintaan telur itu terjadi saat ini.
Bagaimana Kurva Harga Telur Terbentuk ?
Kurva harga telur terbentuk akibat mekanisme pasar, dimana ada perbedaan bentuk kurva supply dan demand telur.
Sebenarnya bukan hanya harga telur menjelang lebaran saja yang harus diamati, tapi gerak harga telur ayam sepanjang tahun juga harus diamati secara cermat. Ini dikarenakan, tinggi atau rendahnya (level) harga telur yang terjadi, bisa mempengaruhi harga pada hari-hari (kurun waktu) berikutnya.
Hal yang belum banyak di perhatikan, adalah bentuk grafik supply telur (mingguan atau bulanan) sepanjang tahun berdasarkan impor GPS atau PS. Bentuk grafik supply telur yang cenderung landai/konstan, tentu akan sangat mempengaruhi grafik harga jika tidak sinkron dengan grafik permintaan (demand). Karena grafik permintaan telur mempunyai gerak yang lebih dinamis pada bulan-bulan tertentu dan juga pada hari-hari besar keagamaan (kebutuhan non-organik)
Jika harga telur terlalu tinggi (sangat menguntungkan), secara otomatis biasanya banyak peternak menunda masa afkir. Begitu juga sebaliknya, jika harga terlalu rendah (sangat merugikan), peternak tidak kuat menanggung rugi sehingga terpaksa mempercepat afkir ayam-ayam tuanya. Kedua kejadian (seleksi alam) ini tentu akan berpengaruh pada supply telur ayam dipasar pada kurun waktu berikutnya.
Baca juga : Afkir Ayam Petelur Perlu Strategi yang Tepat
Faktor-Faktor Produksi (supply) Telur yang Mempengaruhi Harga Telur Ayam Menjelang Lebaran
- Mencermati harga afkir mulai pertengahan Juni 2020 sampai pertengahan Januari 2021 yang begitu tinggi, lalu menurun tajam mulai pertengahan Januari dan belum pulih sampai awal Mei. Ini dimungkinkan bahwa pada kurun waktu tersebut peternak sedang berlomba cepat mengafkir ayam tua.
- Naiknya harga pakan semakin membuat peternak cemas memelihara ayam tua, apalagi harga telur yang cenderung lemah mulai awal tahun sampai puasa. Hal ini tentu juga membuat peternak segera mengafkir ayam tuanya.
- Dengan demikian, sebenarnya sangat dimungkinkan terjadi penurunan supply dari sisi produksi
Faktor-faktor Permintaan (demand) yang Mempengaruhi Harga Telur Ayam Menjelang Lebaran
- Kebutuhan telur rumah tangga (organik) terkait kebutuhan gizi baik selama pandemi diyakini masih stabil, mengingat belanja-belanja online masyarakat di laporkan masih cukup tinggi.
- Pandemi Covid-19 terlihat masih cukup dominan mempengaruhi permintaan telur dari sisi non-organik. Faktor-faktor yang meliputi rendahnya permintaan produsen kue-kue jadi, restoran (warung, cafe dan sebagainya). Acara halal bi halal, open huose kantor-kantor, kenduri atau silaturahmi antar tetangga dipastikan jauh berkurang, karena perturan pemerintah melarang mudik untuk membatasi kerumunan.
Diskusi
- Jika diperhatikan, terlihat adanya penurunan produksi (supply) maupun permintaan (demand) telur (kebutuhan non-organik), maka sebenarnya tidak akan terjadi gejolak besar pada gerak (naik-turunnya) harga (seimbang). Padahal prediksi dan harapan peternak akan terjadi lonjakan harga telur menjelang lebaran ini pada kisaran 22.000-23.000 rupiah loko farm.
- Harga telur sampai minggu ketiga puasa masih berkisar pada harga sekitar 17.500-18.000 rupiah. Maka sangat sulit terjadi jika harga telur bisa mencapai harga ekspektasi peternak dalam waktu yang sangat singkat ini. Mengingat pengepul telurpun akan takut/ragu ambil telur jika terjadi kenaikan/penurunan harga yang terlalu cepat, apalagi Lebaran makin dekat (lebaran tidak jualan)
- THR sudah cair, harga telur belum menunjukkan kenaikan yang menggembirakan. Ini tentu saja dimungkinkan karena hampir tidak ada lagi kenaikan yang signifikan pada permintaan telur (non-organik) untuk perayaan lebaran. Peraturan pemerintah membatasi kegiatan masyarakat sangat mempengaruhi permintaan sembako menjelang lebaran, termasuk telur.
- Jika masyarakat terlihat ramai di mall-mall dan tempat perbelanjaan lainnya, itu bisa dikarenakan mereka justru belanja kebutuhan sekunder dengan THR nya. Karena kebutuhan sembako rumah tangga (organik) sudah terpenuhi.
- Hal yang menakutkan bagi peternak adalah, kenaikan harga pakan yang luarbiasa akibat tingginya harga bahan baku pakan import. Karena kenaikan harga pakan pasti menaikkan harga pokok produksi (HPP) telur yang jadi berkisar antara 19.500-20.000 per kilogramnya.
- Dalam waktu yang sempit seperti ini, tidak lagi yang mampu menolong peternak lepas dari kondisi seperti ini. Bantuan Pemerintah pasti juga sulit untuk bisa diharapkan, mengingat sedang konsentrasi pada pandemi Covid-19.
- Hanya peternaklah saat ini yang mampu menolong dirinya sendiri, dengan menerapkan management yang baik agar produksinya bisa prima. Selain itu peternak harus mampu mencermati lalu mengevaluasi supply dan demand yang sudah terjadi. Lalu mengambil keputusan bersama untuk mensiasati supply agar sesuai dengan demand, sehingga harga bisa segera naik diatas HPP.