Harga Telur dan Permintaan Pasar
Harga telur dan afkir secara normal, sekitar 2 minggu sebelum puasa mestinya sudah mulai terasa peningkatannya. Ini dikarenakan banyak hajatan dilaksanakan sebelum puasa, dan persiapan pembuatan kue-kue kering yang akan dijual menjelang lebaran nanti. Namun suasana pandemi, kemungkinan besar akan mengurangi permintaan kue-kue lebaran karena adanya kebijakan pemerintah untuk melarang pulang kampung. Dengan demikian tentunya mengakibatkan juga perayaan lebaran tidak bisa dilaksanakan semeriah pada tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19.
Turunnya daya beli jelas bisa mempengaruhi konsumsi (daya beli), tapi rasanya hal ini tidak terlalu banyak efeknya. Mengingat belanja barang secara online masyarakat Indonesia untuk barang-barang kebutuhan sekunder saja secara rata-rata masih cukup tinggi.
Dengan kondisi seperti ini, sebaiknya peternak bisa mengambil keputusan strategis agar usaha peternakannya aman, jika belum memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan yang layak.
Efek Naiknya Populasi (ayam tua)
Tidak bisa dipungkiri, efek dari akumulasi ayam tua di peternak (akibat panjangnya masa pemeliharaan sampai diatas 90 minggu) saat ini masih cukup banyak, akibat masih sulit untuk melakukan afkir ayam secara bersamaan. Sementara itu, umur ayam produksi makin bertambah tua dan ayam-ayam dara siap berproduksi.
Akibatnya terjadi sedikit over supply telur untuk sementara waktu. Tetapi efek ini makin terasa dengan naiknya harga bahan baku pakan impor, maupun jagung.
Masih banyaknya populasi ayam tua ini dapat dilihat dengan harga afkir yang masih berkisar Rp. 17.000,-, walau harga telur sudah mampu naik menembus angka 20.000 an perkilo menjelang dan awal puasa.
Baca juga Afkir Ayam Petelur Perlu Strategi yang Tepat
Evaluasi harga telur dan Afkir menjelang Lebaran
Dari grafik tahun 2019 dan 2020, terlihat jelas bahwa pada sekitar minggu pertama dan kedua puasa terjadi penurunan harga seperti halnya prediksi ideal (garis biru putus-putus). Biasanya penurunan harga sekitar akhir minggu 1 bulan puasa ini (pada prediksi ideal) diakibatkan oleh tidak adanya penetasan oleh Breeder untuk nanti beberapa hari sebelum dan sesudah Lebaran. Dan biasanya telur-telur tetas itu dijual kepasaran atau memasuki pasar telur komersial.
Ceruk dan gunung pada grafik yang terjadi inilah yang harus kita amati dan evaluasi agar harga bisa tetap menguntungkan.
Bagaimana Pasar Telur Menjelang Lebaran ?
Tinjauan berdasarkan grafik adalah :
- Efek gejolak harga telur yang turun drastis mulai bulan Suro (minggu ke 3 bulan Agustus 2020) masih terasa akibatnya sampai bulan Jumadil akhir (awal Februari tahun 2021). Dikuti oleh turunnya harga afkir sampai titik terendah akibat tingginya populasi ayam tua sehingga peternak terpaksa berbondong-bondong mengafkir ayam tuanya.
- Selain daya beli yang mulai membaik diawal tahun 2021 dan mulai banyak ayam tua yang diafkir (sehingga supply telur mulai berkurang) telihat adanya kenaikan harga telur yang signifikan.
- Efek pengurangan populasi tampaknya tidak berefek lama. Kenaikan harga telur yang sangat menggiurkan ini, apalagi menjelang Puasa dan lebaran. Sepertinya peternak mulai lagi menahan penjualan afkirnya. Selain itu, harga afkir juga masih dianggap terlalu rendah. Padahal yang tidak boleh dilupakan adalah jumlah ayam-ayam dara yang mulai bertelur harus berimbang dengan afkir.
- Akibat mulai ditahannya afkir ayam tua untuk menunggu harga yang lebih baik (populasi kembali meningkat), harga telur pun meluncur turun tajam karena supply telur ditambah saat permintaan telur belum cukup stabil.
- Penurunan harga telur kali ini dirasakan sangat berat, karena harga pakan import dan jagung juga sudah bergerak naik. Pada periode ini, diperkirankan peternak betul-betul kesulitan mendapat keuntungan dari ayam tuanya. Sehingga merekapun ramai-ramai lagi mengafkir ayam tua, sehingga harga afikir yang sempat naik, turun lagi ke harga terendah.
- Pertengahan Ruwah menjelang Puasa (akhir Maret 2021), selain afkir berlanjut untuk mengurangi populasi ayam tua, permintaan telur menjelang bulan puasa meningkat seperti prediksi ideal (walau agak terlambat), sehingga kali ini hargapun bisa meningkat luarbiasa. Sementara harga afkir belum bisa mengikuti kenaikan harga telur yang begitu cepat.
Bagaimana Perhitungan untuk Prediksi ke depan ?
- Pandemi masih berlanjut dan peraturan pemerintah sudah keluar untuk melarang mudik (berkumpul merayakan lebaran).
- Situasi ekonomi belum pulih sekali, harapan tambahan perputaran uang adalah saat THR cair. Dengan demikian permintaan telur (demand) dipasar masih masih belum stabil, karena permintaan seperti ini biasa terjadi menjelang puasa.
- Untuk menjaga supply telur tetap stabil, pertambahan jumlah produksi telur (meningkatnya supply) dari ayam-ayam muda yang masuk umur produksi (mulai bertelur), harus seimbang dengan jumlah afkir (pengurangan produksi).
- Harga telur dan afkir merupakan suatu indikasi yang bisa dibaca penyebab dan akibatnya. Melihat rendahnya harga afkir saat awal puasa (padahal harga telur meningkat tajam), bisa diperkirakan bahwa populasi ayam-ayam tua masih cukup banyak. Ini riskan untuk periode setelah lebaran, dimana permintaan telur akan mulai berkurang.
- Banyaknya Farm Pullet yang menjual pullet murah (banting harga) saat ini, mengindikasikan kandang produksi masih penuh atau belum siap dimasuki ayam karena terlambat afkir. Selain dimungkinkan juga oleh kondisi keuangan peternak yg masih terbatas untuk peremajaan.
Apa yang Sebaiknya Dilakukan Peternak ?
- Menjaga kestabilan supply dangan demand, sehingga saat setelah lebaran harga tetap bisa menguntungkan. Hal ini bisa dilakukan dengan mengafkir ayam-ayam tua diatas 85 minggu jika produksinya sudah dibawah 80%, karena biaya produksinya pasti tinggi dan kualitas telur sudah menurun.
- Lakukan afkir ayam tua sesegera mungkin mumpung harga cukup bagus. Tidak perlu menunggu lebaran, karena harga telur bisa turun tanpa terduga setelah kebutuhan lebaran dipenuhi. Turunnya harga telur akan berefek pada turunnya harga ayam afkir.
Keterlambatan dalam mengafkir ayam tua berakibat supply telur meningkat tajam karena adanya tambahan telur dari ayam-ayam yang mulai produksi dan puncak produksi dengan cepat. - Menjaga stabilnya produksi telur (supply) seimbang dengan permintaan pasar (demand) akan sangat mempengaruhi keuntungan (pendapatan). Terutama saat masuk bulan Suro (terlihat pada grafik tahun 2019 dan 2020), dimana permintaan telur akan sangat rendah. Dan ini akan terjadi hanya 2 bulan setelah Syawal.
- Jika sebelum bulan Suro populasi dapat dukurangi secara signifikan, maka harga telur di bulan Suro bisa terkendali dan tidak terlalu rendah. Hal ini tentu akan berefek pada harga yang sangat bagus menjelang akhir tahun.