Harga Telur Anjlog Peternak Berteriak
Harga telur anjlog belakangan ini sempat menjadi gonjang ganjing di kalangan peternak. Dengan harga telur yang sempat mencapai titik terendah di sekitar 13.000an, tentu saja merupakan pukulan yang sangat telak bagi peternak. Bagaimana tidak, anjlognya harga telur yang dibarengi dengan mahal dan langkanya jagung dipasaran. Harga yang mencapai Rp6,000/kg membuat peternak tak mampu lagi berbuat apa-apa.
Berita tentang Menteri Perdagangan akan menyerap telur dari peternak lalu untuk dibagikan sebagai bansos bagi yang terdampak pandemi Covid-19 sempat menjadi perhatian besar dari media dan masyarakat. Apalagi seorang peternak di Blitar dengan cepat mendapatkan bantuan jagung setelah unjuk rasanya pada Presiden.
Membaca berita tersebut, tergelitik juga untuk bertanya. Apa iya ? Membeli telur dan mendistribusikannya kembali bukan suatu hal yang mudah. Apalagi bertujuan untuk mengangkat dan menstabilkan harga.
Membeli Telur dari Peternak dan Menyalurkannya untuk Bansos Bisa Jadi Bumerang
Tidak terbayangkan bagaimana ribetnya nanti apabila program ini dilaksanakan. Karena ini menyangkut suatu kebijakan yang harus jelas tujuan dan akibatnya.
Beberapa hal yang harus jelas dan tepat adalah, dari peternak mana telur akan dibeli dan berapa besarnya. Ketita bulan September berakhir, belum juga terdengar kelanjutan dari apa yang dijanjikan Menteri Perdagangan.
Belum lagi bagaimana, kepada siapa dan berapa banyak masing-masing orang mendapatkan telur bansos. Padahal untuk menampung dan mendistribusikan telur bukanlah perkara gampang. Karena telur adalah barang yang rapuh (mudah pecah) dan gampang rusak (busuk).
Sehingga bisa dibayangkan bagaimana ribetnya penanganan yang akan dilakukan dilapangan. Padahal urusan distribusi dan transportasi telur harus ditangani secara cepat untuk menjaga kualitasnya dan kerusakan.
Peternak Sangat Memahami Risiko Bisnis Mereka
Fluktuasi hari yang terjadi sebagai suatu hal yang sudah biasa di dunia perunggasan. Harga telur yang selalu naik turun adalah suatu resiko yang sudah selalu dialami dan diterima oleh peternak. Karena memang begitulah pola permintaan pasar telur Indonesia, terutama pulau Jawa-Bali.
Tapi kenapa kali ini peternak menjerit ? Bukankah harga fluktuasi seperti ini sudah biasa terjadi ?
Tentu saja peternak menjerit, karena selain harga telur yang turun tajam (hal ini sebenarnya sudah diprediksi), terjadi kelangkaan Jagung dan beberapa bahan pakan lain sehingga harganya melambung.
Prediksi akan turunnya harga telur pada bulan Agustus 2021 umpamanya. Kondisi pasar telur ini sudah bisa diprediksi sebelumnya, karena mulai minggu ke 2 bulan Agustus 2021 sudah memasuki bulan Suro. Dimana pada bulan ini masyarakat tidak berani melakukan kegiatan-kegiatan yang berupa kenduri atau pesta perkawinan dan hajatan lainnya. Apalagi pada Agustus 2021 ini pandemi Covid-19 gelombang ke 2 meledak di Indonesia. Baca juga Penjualan Telur Jelang Akhir Tahun 2021 Harus Strategis dan Strategi Penjualan Telur Jelang Bulan Suro.
Jelas kebutuhan/pembelian telur non-organik (diluar kebutuhan rumah tangga) menurun sangat tajam. Sangat kontras dengan bulan Juli (bulan Besar) sebelumnya. Dimana sangat banyak orang mengadakan kegiatan hajatan/pesta yang tentunya mengundang banyak orang.
Bulan September (bulan Sapar), kegiatan belum banyak meningkat. Harga telur diperkirakan hanya sedikit mengalami peningkatan, karena belum banyak kegiatan yang mengundang/mengumpulkan banyak orang.
Bulan Oktober Kenaikan Harga Telur Baru Akan Bisa Lebih Dinikmati Peternak
Memasuki minggu ke 2 bulan Oktober 2021 nanti, barulah kenaikan harga telur akan lebih bisa dinikmati oleh peternak. Saat tanggal 7 Oktober, dimulainya bulan Mulud. Pada bulan Mulud ini kegiatan keagaman akan cukup banyak diselenggarakan oleh masyarakat. Pada bulan ini pula dianggap bulan baik bagi masyarakat untuk menyelenggarakan hajatan pesta pernikahan maupun acara hajatan lainnya.
Apalagi lagi pandemi Covid-19 dirasakan makin menurun, sehingga belakangan pemerintah sudah mulai melonggarkan kegiatan masyarakat.
Kalau di perhatikan, sebenarnya jelas bukan harga telur yang sudah terbiasa berfluktuasi yang menjadi keluhan peternak. Karena seharusnya peternak sudah siap menghadapi kondisi harga seperti ini.
Grafik Fluktuasi Harga Telur dan Ayam Afkir Tahun 2019, 2020 dan 2021.

Grafik harga telur dan afkir tahun 2019 (sumber Pinsar Petelur)

Bentuk grafik harga telur dan afkir tahun 2020 (sumber Pinsar Petelur)

Tahun 2021 grafik harga telur dan afkir(sumber Pinsar Petelur)
Tuntutan Peternak Sebenarnya Bukan Pada Kondisi Harga Telur yang Rendah
Bahan pakan ternak sampai saat ini masih di dominasi oleh bahan-bahan baku yang di import. Sehingga jelas, dengan peningkatan industri perunggasan (meningkatnya populasi) yang begitu pesat di Indonesia, maka jelas kebutuhan impor bahan baku juga akan meningkat. Tentu saja hal ini terjadi jika hasil pertanian dalam negeri tidak mampu mengimbangi.
Padahal import bahan baku pakan yang tentunya cukup menguras devisa ini, mestinya bisa tetap dijalankan dengan perhitungan strategi yang tepat.
Sebenarnya, bantuan pemerintah tidak perlu terlalu jauh dengan ikut menyerap telur dari peternak. Karena jelas itu akan sangat merepotkan dan belum tentu berhasil mengatasi keadaan dengan baik.
Teriakan peternak kepada pemerintah secara bersama-sama maupun individual, sebenarnya bukan karena harga telur yang rendah, tapi justru pada harga pakan yang tinggi akibat tingginya harga bahan baku pakan, terutama jagung. Harga telur anjlog, harga jagung melambung.
Saling menunjukkan siapa yang benar diantara petinggi pemerintah, terbukti bukan merupakan bantuan nyata yang bisa dirasakan peternak. Yang ditunggu saat genting ini adalah segera tersedianya jagung dengan harga yang normal.
Impor jagung pada saat seperti sekarang ini bukan hal yang tabu, keadaan sudah begitu mendesak. Karena jika jagung hanya kebutuhan pakan ternak, tapi bukankah hasil ternaknya nanti juga merupakan kebutuhan pangan yang utama selain beras.
Bantuan Nyata Pemerintah Sangat Ditunggu
Ketika keadaan semakin berat dan sudah lebih dari seminggu belum ada tanda-tanda realisasi bantuan pemerintah secara nyata. Baik dari sisi menyerap telur dari peternak maupun merealisasikan pengadaan jagung murah.
Sementara dari sisi masyarakat peternak, menunggu apa yang dijanjikan pemerintah dalam waktu yang gak pakai lama. Karena tabungan mereka (jika masih ada) akan makin terkuras.
Semoga saja segera ada realisasi dari yang dijanjikan pemerintah pada peternak. Jangan sampai problem yang mendera peternak petelur akhirnya terselesaikan dengan sendirinya alias larut bersama waktu. Lalu terlupakan dan akan berulang lagi kegaduhan yang serupa beberapa waktu yang akan datang, seperti yang sudah-sudah.
Sementara menjelang akhir bulan September harga mulai menunjukkan sedikit perbaikan akibat mekanisme pasar.