Peternakan Ayam Petelur Memasuki Guncangan Kedua
Peternakan ayam petelur sempat berjaya sebentar setelah guncangan periode pertama (Agustus, September dan Oktober 2021) yang cukup lama ditahun 2021, yaitu pada bulan Desember 2021. Pada periode bulan Januari dan Februari 2022, terjadi lagi guncangan yang tak kalah hebatnya. Benar-benar ibarat luka yang belum sembuh tergores kembali.
Peternak yang sudah mendapatkan angin segar sejak pertengahan November 2021, harus kembali menelan pil pahit. Padahal dengan harga telur yang memecahkan rekor yang pernah ada (sekitar 29.000), peternak menganggap kondisi sudah pulih. Sehingga mereka yang sebenarnya belum pulih dari keterpurukan sebelumnya, mulai cepat-cepat melakukan peremajaan (replacement).
Tidak salah memang jika mereka cepat-cepat melakukan peremajaan. Ini tentu karena ingin menutup lagi kekosongan kandang yang sempat terpaksa di afkir karena tidak sanggup lagi menutup biaya usaha, mumpung harga telur sedang luarbiasa bagus. Tidak sedikit pula dari peternak yang kemudian mengundurkan afkir ayam-ayam tua nya.
Namun menjelang beberapa hari menjelang Tahun Baru, keadaan berbalik 180%. Harga telur tiba-tiba merosot tajam dan berlanjut sampai bulan Februari 2022, sementara harga bahan baku pakan naik.
Baca juga Perunggasan Indonesia, Kemana Arahnya ?
Peternak Petelur Terancam dari Berbagai Sisi
Peternakan ayam petelur benar-benar mengalami ancaman yang luarbiasa pada bulan Januari dan Februari ini. Guncangan ini diperberat dengan peremajaan yang terlanjur dilakukan peternak pada bulan Desember 2021. Walau pada bulan Maret ini harga telur mulai membaik, namun itu belum bisa membuat peternak senang dan tenang. Peternak sedang merasakan ngeri-ngeri sedap, karena jika melihat kedepan prospek harga telur sangat bagus. Namun walau dengan prospek harga sangat bagus nanti, hasil produksi telur peternak dikhawatirkan belum mampu menembus HPP.
Sisi Harga Pokok Produksi (HPP)
Jika dihitung lebih jauh lagi maka terlihat bahwa kenaikan harga pakan, ternyata saat ini sulit untuk mendapat HPP yang menguntungkan pada produksi %HD yang dibawah 90%. Padahal harga saat ini (bulan Februari 2022) masih belum stabil sekitar 18.000.
Pada tabel diatas, terlihat sekali bahwa HPP telur sudah tinggi, sementara harga telur dipasaran masih belum bagus selama awal tahun 2022.
Dengan rendahnya harga telur, menyebabkan peternak dituntut untuk menjaga produksi agar selalu prima dan ini semua tidaklah gampang. Karena peternak dituntut untuk selalu berproduksi (rata-rata) sekitar 90%.
Sisi Produktifitas Peternakan Ayam Petelur
Tabel target produksi strain Hisex (sumber: Hendrix Poultry International)
Jika dalam sepuluh tahun belakangan ini peternak merasa senang dengan genetic improvement yang menyebabkan ayam petelur dapat dipelihara untuk produktifitas dan masa produksi yang lebih panjang lagi. Namun jika tidak di pahami dan dihitung lebih seksama, maka panjangnya umur produksi akan dapat membawa dampak. Selain tanpa disadari hal ini akan menyebabkan kenaikan populasi, tingkat produktifitas pada umur diatas 80 minggu juga menjadi tantangan pada HPP telur, karena produksinya bisa menurun tajam akibat management kurang mendukung.
Perhitungan Kemampuan Produksi (Produktifitas HH)
Pada pemeliharaan standar afkir umur 80 minggu di dapat hasil sebagai berikut :
Jumlah telur 369 butir dalam 420 hari = (369 : 420)x100 = 87,8%
Berat telur yang dihasilkan untuk 369 butir adalah 23 kg = 23.000:369 = 62 gr/butir
Pada pemeliharaan standar afkir umur 90 minggu di dapat hasil sebagai berikut :
Jumlah telur 422 butir dalam 490 hari = (422:490)x100 = 86,1%
Berat telur yang dihasilkan untuk 422 butir adalah 26,4 kg = 62,5gr/butir
Pada pemeliharaan standar afkir umur 100 minggu di dapat hasil sebagai berikut :
Jumlah telur 472 butir dalam 560 hari = (472-560)x100 = 84,2%
Berat telur yang dihasilkan untuk 472 butir telur adalah 29,6kg = 29.600 : 472 = 62,7 gr/butir
Secara sepintas berbedaan pemeliharaan antara afkir umur 80 minggu, 90 minggu dan 100 minggu tidak banyak berbeda. Namun mari kita hitung produktifitas untuk pemeliharaan sampai umur 90minggu dan 100 minggu.
Produktifitas ayam umur 80-90 minggu.
Jumlah telur yang dihasilkan antara 80-90 minggu (70 hari) adalah 53 butir dengan berat 3,4 kg
Tingkat produksi ayam umur 80-90 minggu adalah (53:70)x100 = 75% dengan berat 3.400 : 53 = 64 gr/butir
Produktifitas ayam umur 80-100 minggu.
Jumlah telur yang dihasilkan antara 80-100 minggu (140 hari) adalah 103 butir dengan berat 6,6 kg
Tingkat produksi ayam umur 80-100 minggu adalah (104:140)x100 = 74,3% dengan berat 6.600 : 103 = 64 gr/butir
Daya Beli Masyarakat (Pasar)
Dari sisi daya beli ini, jelas-jelas pandemi Covid-19 cukup mengganggu daya beli masyarakat. Menaikkan harga pada saat daya beli rendah dan ekonomi yang belum bagus, tentu akan sangat sulit dilaksanakan, kecuali dengan mengurangi produksi (populasi) secara besar-besaran (sudah mulai terjadi)
Skema pola harga dan supply-demand.
Pada gambar terlihat pengaruh kenaikan harga (merah) terhadap serapan pasar (daya beli).
Pada kondisi normal, naiknya harga telur akan mengurangi serapan pasar karena daya beli masyarakat akan turun. Dengan turunnya permintaan (daya beli) akibat kenaikan harga, tentu ini merupakan hambatan bagi peternak jika ada kenaikan HPP (karena naiknya biaya produksi).
Untuk mengatisipasi turunnya serapan pasar akibat kenaikan harga telur (karena HPP naik), maka supply (produksi) harus dikurangi. Sehingga supply vs demand bisa tetap terjaga (berimbang).
Kesempatan Dalam kesempitan
Hancurnya harga telur dalam 2 periode (Agustus-Oktober 2021 dan Januari-Februari 2022) tak ayal juga mengakibatkan turunnya populasi yang sangat signifikan, yang berakibat supply telur di pasar juga turun secara signifikan. Supply telur yang menurun cukup besar akibat menurunnya populasi, akan bisa saja menyebabkan kenaikan harga telur yang sangat tinggi saat menjelang lebaran nanti.
Jika kenaikan harga telur nantinya akan sangat tinggi, peternak jangan tersenyum dulu. Karena ada kemungkinan menimbulkan keinginan pada kelompok pedagang tertentu untuk mengajukan permintaan impor telur dengan dalih harga terlalu tinggi dan mengganggu daya beli masyarakat serta inflasi tinggi.
Jika hal ini terjadi, maka tentu akan sangat menyakitkan bagi peternak petelur yang sudah habis-habis mencoba sekedar bertahan dalam kondisi ekonomi yang kurang baik. Dan tentu peternak tidak ingin hal tersebut terjadi, tapi jangan abaikan akan terjadinya permintaan impor telur komersial.
Kesimpulan Kondisi Peternakan Ayam Petelur
- Harga Pokok Produksi (HPP) yang begitu tinggi sangat riskan jika terjadi gangguan pada produksi
- Tingginya harga jual akibat mengikuti naiknya biaya produksi akan menurunkan daya beli masyarakat terhadap harga telur yang dianggap mahal.
- Produktifas harus optimal untuk mengurangi tingginya HPP. Peternak harus benar-benar menerapkan management peternakan yang direkomendasikan untuk memperoleh produksi optimal yang akan meringankan beban biaya. Namun itu bukanlah perkara yang mudah.
- Jika harga meningkat terlalu tinggi dari harga sebelumnya akibat merosotnya populasi, hal bisa menimbulkan keinginan untuk mengimpor telur dari orang-orang mencari kesempatan.
- Perlu banyak pertimbangan yang harus dilakukan sebelum melakukan peremajaan, setidaknya ayam yang tertua dengan produksi dibawah 80%, harus di afkir dulu untuk memperkuat cash flow jika ada gejolak lagi.
Baca Harga Telur 2022 Bakal Ngeri-Ngeri Sedap, Perhatikan!